Indonesia merupakan Negara yang sudah tidak asing lagi dengan bencana
alam. Mengapa dikatakan tidak asing? Karena di Indonesia sering serjadi bencana
alam, mulai dari gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin, gunung meletus dan
lain sebagainya. Negara Indonesia berada di gugusan cincin api
yang menjadikannya rentan dengan bencana alam.
Adanya awan yang membentuk kepala petruk atau masyarakat sering
menyebutnya mbah petruk merupakan contoh kepercayaan masyarakat yang
menghubungkan bencana alam dengan hal-hal yang mistis. Menurut masyarakat yang
mempercayai mistis, ketika muncul awan “mbah petruk” maka mereka percaya bahwa
aka nada bencana yang datang dari gunung merapi dengan dahsyat. Ada pemikiran
bahwa merapi akan mengamuk dan menghancurkan seluruh isi Yogyakarta. Masyarakatpun
sering pula menyangkutpautkan penyebab mengamuknya penunggu gunung merapi
karena pihak keraton sudah tidak seperti dulu, dimana ritual-ritual dan
pemberian sesajen-sesajen sudah tidak dilakukan.
Selain pada
gunung merapi, pemikiran mengenai mistis dalam bencanaa juga terlihat setelah
terjadinya bencana alam gempa bumi di Yogyakarta tanggal 26 Mei 2006, Tsunami
Aceh 26 Desember 2004, gempa Tasikmalaya tanggal 26 Juni 2010, Tsunami Mentawai
yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang bersamaan dengan tsunami
Mentawai adalah meletusnya gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010.
Menurut Comte, sekarang ini kita berada pada tahap positivis, Comte
mengemukakan ada tahap perkembangan intelektual. Tahap
tersebut adalah:
- Tahap teologis atau fiktif
Tahap
teologis yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala
disekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang
dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting
bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan
untuk melindungi dirinya dari faktor
faktor yang tidak terduga timbulnya. Manusia percaya bahwa dibelakang
gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan
gerak gejala-gejala tersebut.
- Tahap Metafisik
Pada
tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan
atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia
masih terikat oleh cita-cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa
setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk
menemukan hukum-hukum alam yang seragam. Tahap ini bisa juga disebut sebagai
tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan
varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya
diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan
benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat
umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu
misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan
dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala.
- Tahap positif
Tahap
ini ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan
terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya (tidak mutlak), semangat
positivisme memperlihatkan suatu keterbukaan terus-menerus terhadap data baru
atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Akal budi
sangatlah penting, seperti dalam periode metafisik, tetapi harus dipimpin oleh
data empiris.
Comte mengakui bahwa perubahan dari
satu tahap ke tahap yang berikutnya tidak pernah terjadi secara tiba-tiba,
sehingga memperlihatkan suatu garis pemisah yang jelas dengan yang sebelumnya,
serta memperlihatkan suatu awal tahap yang baru.
Meskipun sekarang
ini kita telah berada pada tahap positivis, namun masyarakat Indonesia tidak
terlepas dari hal-hal yang bersifat supranatural. Masyarakat tidak terlepas
dari hal-hal supranatural karena sejak masih kecil pun kita sudah diceritakan
oleh orang-orang yang lebih tua disekitar kita mengenai hal-hal yang tidak
masuk akal.
Untuk menyikapi
hal tersebut, sebagai orang yang sudah mengenal pengetahuan maka kita harus
bijaksana dalam menanggapi berbagai berita yang ada. Semua kejadian-kejadian
khususnya bencana alam pasti bisa diteliti menggunakan metode-metode yang ada.
REFF:
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
miris y, harusnya kita ingat pada yang di Atas
BalasHapusitulah dinamika evolusi pola berfikir manusia. Seperti yang dikatakan oleh Comte, ketimpangan akan terus terjadi selama suatu tahap masih "nemplok" di tahap selanjutnya. Kita menginjak masa positivis, badan meteorologi, morfologi dll mengkaji fenomena bencana secara ilmiah, mereka membuktikannya dan masyarakat percaya. Namun masih saja ada yang membumbui dengan kisah-kisah kepercayaan. [kata mbakku, Jawa tanpa Mistis itu nggak afdol] :D
BalasHapussekedar joke saja teman! :)
iya benar banget.. semua yang terjadi pasti dihubungkan dengan mistis, apalagi orang jawa khususnya lagi masy jogja.haha
Hapus